SMP Garuda Dayeuhkolot: Semangat Tidak Redup Walau Cuma 11 Pelajar Baru

Lagu berkebangsaan Indonesia Raya berkemandang didampingi gemercik hujan. Beberapa pelajar siswi hormat di kepala dan menghadap si saka merah putih yang basah.
Acara upacara berjalan khusyuk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Garuda Dayeuhkolot, Jalan Sukabirus, Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Senin (14/7/2025). Semangat yang berlipat diperlihatkan pelajar siswi walau diterpa hujan.

Baju putih biru dan beberapa baju putih merah dipakai beberapa pelajar saat upacara. Beberapa guru juga dengan solid kenakan pakaian batik warna hijau muda.

Upacara pagi itu sekalian pembukaan Saat Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Peletusan balon oleh pelajar siswi penuh haru menjadi lambang pengenalan sekolah.

Kelihatan sejumlah pelajar siswi masih tetap ada yang tiba terlambat ikuti upacara itu. Mereka segera masuk dan turut barisan upacara yang berdiri secara rapi.

Pelajar siswi yang daftar di sekolah itu tidak sekitar sekolah favorite yang lain. Sekolah itu cuma terima pelajar siswi 11 orang.

“Kebenaran ini pelajar baru ada 11 orang,” tutur satu diantara guru, Anita Chandra.

Beberapa pelajar siswi baru itu belum seutuhnya tiba ke sekolah. Pelajar siswi awalannya sekolah dasar (SD) di desa halaman neneknya dan sekarang ini berpindah ke dekatnya rumah orangtua.

“Mungkin cukup bagaimana begitu, tetapi faksi sekolah tidak memperberat silahkan untuk masih bisa (tidak masuk). Tapi pasti dengan ketentuan, tidak sewenang-wenang saja,” ucapnya.

Saat pengenalan lingkungan pelajar itu berjalan sampai lima hari di depan. Selanjutnya tetap memungkinkannya ada siswa baru yang hendak mendaftarkan ke sekolah itu.

“Alhamdulillah seperti pada tahun tempo hari itu saat MPLS atau sedang berjalannya KBM itu, sukai ada yang daftar . Maka masih tetap ada kekuatan semakin bertambah kembali (pelajar baru),” terangnya.

Sekolah itu diketahui tidak mengambil ongkos untuk yang mendaftarkan baru dan ongkos Bantuan Pembimbingan Pendidikan (SPP). Sekolah itu berdiri semenjak tahun 1963 lalu.

Pada MPLS tahun awalnya sekitar 18 pelajar yang mendaftarkan ke sekolah itu. Tetapi jumlah itu sering semakin bertambah saat aktivitas belajar mengajarkan (KBM) sudah berjalan.

“Jika semua siswa lebih kurang 40-an. Tetapi tidak tutup kemungkinan saat itu KBM sukai ada pindahan yang kelas 8, kelas 9 itu, tentu saja setiap tahun itu ada,” katanya.

Program MPLS di sekolah itu memprioritaskan mekanisme ramah tamah antara pelajar dan guru. Hingga beberapa pelajar dapat mengenali lingkungan dan sejarah dari sekolah itu.

“Berkenaan pelajar baru, mengenai lingkungan sekolahnya, selanjutnya beberapa Bapak dan Ibu gurunya. Terus kelak dalam MPLS-nya itu kita membuat seseru mungkin, tapi hebat yang penuh arti,” kata Anita.

Beberapa guru di sekolah juga memprioritaskan pendidikan yang bagus untuk anak dapat kerasan bersekolah. Kata Anita, beberapa siswa bisa mengalami perkembangan serta lebih dewasa dan berdikari.

“Karena saat masuk SMP itu, ada dunia baru yakni dunia remaja ya yang hendak lebih memahami selanjutnya bagaimanakah cara berbicara dengan rekan baru, selanjutnya dalam hadapi halangan,” ujarnya.

Sunyi MPLS Hari Pertama SMA Swasta Cimahi yang Siswanya 11 Orang

Edo Herdianto sedang konsentrasi memotong kertas karton yang hendak dibikin menjadi papan nama atau nametag. Nanti nametag itu akan terpasang sepanjang penerapan Saat Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).
Remaja 17 tahun itu sekarang terdaftar sebagai pelajar kelas 1 di SMA Budi Mulia. Salah sayu SMA swasta di Kota Cimahi yang nasibnya tidak seberuntung sekolah lain gara-gara siswanya hanya sedikit

Di saat SMA negeri di mana saja punyai banyak pecinta, lain perihal dengan SMA itu yang sama pepatah ‘hidup malas mati tidak mau’. Siswanya hanya 11 orang, tetapi jika tutup kasihan nasih beberapa guru yang gantungkan hidupnya dari mengajarkan di sekolah itu.

Edo duduk bersila tanpa alas di ruangan kelas tempatnya belajar nantinya. Cuma ada 10 pelajar sebagai kawan satu kelasnya. Di ruang itu ada seorang pelajar OSIS kelas 2 yang bekerja sebagai pembimbing pelajar sepanjang MPLS.

“Barusan apel pembukaan MPLS, tidak lama karena kan hujan. Saat ini berpindah ke kelas, membuat nametag buat digunakan sepanjang MPLS,” kata Edo saat dijumpai, Senin (14/7/2025).

Dia diberikan tugas bawa kertas karton, lem, spidol, gunting, dan perlengkapan yang lain. Tidak ada beberapa tugas aneh yang sering diberi di periode saat MPLS tetap namanya MOS atau Saat Tujuan Pelajar (MOS) sekian tahun lalu.

“Tidak ada yang serba aneh, ya hanya diminta membawa ini saja perlengkapan untuk membikin nametag,” tutur Edo.

Tidak Permasalahan Rekan Sama kelas Sedikit
Edo bukan tidak mendaftarkan ke sekolah negeri sebelumnya terakhir pilih bersekolah di SMA Budi Mulia. Nasib yang tidak pilihnya masuk ke dalam sekolah negeri seperti beberapa anak yang lain.

“Kebenaran daftar dahulu ke SMAN 4 Cimahi lajur nilai rapor, hanya tidak keterima karena nilainya kurang. Awalnya aku turut Paket B (sekolah kesetaraan tingkatan SMP),” tutur Edo.

Dia pada akhirnya putuskan sekolah ke tempatnya sekarang menuntut pengetahuan berdasar instruksi dari orangtuanya. Dia tidak jadi masalah kendari kawan satu kelasnya sepanjang tiga tahun kelak hanya 10 orang.

“Tidak apapun, yang terpenting kan belajar . Maka tidak permasalahan kawan satu kelasnya hanya sedikit,” tutur Edo.

Hal sama dilemparkan Putri, rekan sama kelas Edo. Dia tidak jadi masalah belajar dalam sekolah swasta yang siswanya hanya sedikit. Menurut dia, hasil akhir lebih bernilai daripada pikirkan masalah jumlah rekan sama kelas.

“Tidak apapun hanya sedikitan, yang terpenting kan masih tetap belajar. Maksudnya agar lulus, terus dapat lanjut kuliah memburu harapan sebagai perawat,” tutur Putri.

Jumlah anak yang tercatat sebagai siswa baru lewat SPMB tahun 2025 di SMA Budi Mulia sebenarnya bertambah 5 kali lipat daripada tahun sebelumnya. Tahun kemarin, jumlah siswa baru SMA Budi Mulia hanya 2 orang.

“Ya jika disebut semakin bertambah memang semakin banyak tahun saat ini, karena tahun kemarin siswa kelas 1 hanya dua orang. Banyak yang berpindah ke negeri sesudah ada pernyataan PPDB tahapan 2,” kata salah seorang tenaga pengajar SMA Budi Mulia.

Menurut dia hal sebagai perhatian guru dan tenaga pengajar masalah kurangnya siswa baru yaitu psikis dan semangat belajar siswa baru. Mereka dapat saja lebih kurang percaya diri bila dibanding sekolah negeri.

“Ya dapat menjadi mereka ini moralnya ngedrop, kurang percaya diri karena sama kelas hanya 10 orang, jika negeri kan sampai 50 orang. Itu yang menjadi perhatian beberapa guru di sini, tidak seimbang karena tandingan dengan negeri,” katanya.