Trotoar Tuparev Jadi ‘Pasar Jalanan’ Masyarakat Cimahi

Matahari barusan bergerak naik di ufuk timur, tetapi trotoar sepanjang Jalan Tuparev, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon, telah ramai oleh kegiatan jual-beli. Gerobak-gerobak makanan, tenda minuman, sampai meja dengan payung beragam warna berjajar awut-awutan mengambil alih semua ruangan orang berjalan kaki.
Untuk masyarakat sekitaran, panorama ini bukanlah hal baru. Jalan Tuparev yang dikenali sebagai satu diantara akses khusus ke arah pusat Kabupaten Cirebon, sekarang mendatangkan masalah di antara geliat ekonomi masyarakat kecil dan hak public atas ruangan bersama-sama.

“Tiap hari aku melalui sini, dan tiap hari harus juga turun ke jalan karena trotoar penuh sama pedagang. Walau sebenarnya aku membawa anak kecil,” tutur Rina (32), masyarakat Kedawung,
Mukanya terlihat gusar. Kadang-kadang, dia melihat ke jalan yang ramai dengan kendaraan. Menurut dia dengan keadaan ini benar-benar merepotkan orang berjalan kaki walaupun luas dari trotoar Jalan Tuparev benar-benar oke untuk orang berjalan kaki.

“Sulit sekali dech kalau sudah masalah jalan kaki di sini,” jelasnya.

Keluh kesah sama tiba dari pengendara. Budi, seorang ojek online akui, harus extra berhati-hati saat melewati teritori itu. “Terkadang orang jalan di tengah-tengah karena tidak ada lain tempat. Jika tidak awas, dapat nyerempet,” katanya.

Pengamatan detikJabar di atas lapangan memperlihatkan jika kegiatan beberapa PKL berjalan hampir sepanjang hari penuh. Sejumlah bahkan juga telah melangsungkan dagangan semenjak pagi. Tidak ada garis pemisah, tidak ada ruangan untuk sekedar jalan kaki. Trotoar yang semestinya menjadi ruangan aman sekarang berbeda peranan dari lajur pedestrian menjadi pasar jalanan.

Perselisihan Sunyi Di antara Nafkah dan Keteraturan
Peristiwa ini tempatkan masyarakat dan PKL dalam pergerakan perselisihan sunyi. Di satu segi, beberapa pedagang gantungkan hidup pada lapak kecil mereka. Di lain sisi, masyarakat menuntut hak atas trotoar yang sekarang makin menyempit, bahkan juga hampir lenyap.
“Kami tidak tidak suka pedagang. Tetapi saat semua trotoar jadi tempat dagang? Kami punyai hak jalan secara aman,” tutur Wawan, figur warga di tempat.

Dia mengharap pemda tidak tinggal diam, dan dapat carikan jalan keluar yang adil untuk seluruh pihak.

Sayang, sampai informasi ini dicatat, tidak ada perlakuan nyata dari Satpol PP Kabupaten Cirebon. Keinginan verifikasi dari detikJabar juga belum memperoleh respon sah dari Satpol PP Kabupaten Cirebon.

Marahnya Imron Saat Sidak TPS Liar di Kedawung Cimahi

Kedukaan atas permasalahan sampah di Kabupaten Cirebon muncul lagi. Bupati Cirebon, Imron lakukan Peninjauan Tiba-tiba (Sidak) ke lokasi pembuangan sampah liar yang ada di daerah Dusun Kertawinangun, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon, Selasa (1/7/2025).
Sidak ini bermula dari laporan masyarakat yang mengeluh ada setumpukan sampah liar di teritori itu.
Saat datang di lokasi, Imron terlihat sedih sekalian marah. Masalahnya lokasi itu beberapa kali sudah dibikin bersih, tetapi tetap disanggupi lagi sampah.

Bahkan juga, berdasar info warga, beberapa sampah asal dari tingkah pedagang nakal yang buang sampah asal-asalan, khususnya saat malam hari.

“Aku barusan dapat informasi ada pembuangan sampah liar di sini. Ya aku terkejut , masalahnya Kedawung ini semestinya menjadi contoh daerah yang bersih, ada pendidikan, sarana umum, semua. Tetapi justru ada pembuangan sampah liar seperti begini,” ungkapkan Imron dengan suara sedih.

Lebih prihatin , tanah tempat pembuangan sampah liar itu rupanya tidak dikenali terang siapakah pemiliknya. Masyarakat sekitaran juga akui tidak tahu-menahu berkaitan status pemilikan tempat.

Bahkan juga, tempat itu awalnya sempat dipagar seng oleh masyarakat, tetapi pada akhirnya dirusak dan jadi lagi tempat membuang sampah.

“Tanah ini aku bertanya ke masyarakat, tidak ada yang mengetahui siapakah pemiliknya. Ucapnya sich bukanlah orang Cirebon, entahlah orang mana, bahkan juga ucapnya orang Jakarta. Tetapi karena tidak ada yang mengurus, ya pada akhirnya dibuangin sampah terus. Beberapa kali sudah dikuras, dibikin bersih, masih tetap saja menumpuk kembali,” katanya.

Menyaksikan keadaan itu, Imron minta aparatur kecamatan, dusun, dan faksi berkaitan agar selekasnya cari jalan keluar nyata. Satu diantaranya dengan mengatur dan tutup tempat itu secara tetap, tentu saja sesudah pastikan ijin dari pemilik tempat.

“Kita akan koordinir sama Pak Camat, faksi dusun, dan team kebersihan. Jika dapat kita tutup gunakan seng atau pagar lebih kuat, agar tidak dapat dibuka-buka . Tetapi harus terus ijin dahulu sama pemilik tempat, kita cari info siapakah yang punyai,” jelasnya.

Imron memperjelas keutamaan pengendalian sampah yang lebih bagus pada tingkat dusun. Menurut dia, tiap dusun semestinya mempunyai mekanisme pemrosesan sampah sendiri, hingga persoalan semacam ini tidak terulang lagi.

“Karena itu aku meminta di setiap dusun itu ada pengendalian sampah. Janganlah sampai kota ini kelihatan kotor karena sampah di mana saja. Jika desa-desa bisa urus sampahnya, insyaAllah kota kita bersih,” katanya.

Imron juga mengharap kesadaran warga akan keutamaan menjaga kebersihan lingkungan makin bertambah. Dia mengingati jika kebersihan tidak cuma tanggung-jawab pemerintahan, tapi juga semua komponen warga.

“Kebersihan itu tidak hanya pekerjaan pemerintahan, tetapi pekerjaan kita. Aku meminta warga, khususnya beberapa pedagang, jangan membuang sampah asal-asalan kembali. Jika ini terus, Cirebon dapat rusak, dapat menjadi kota sampah. Walau sebenarnya kita ingin Cirebon menjadi kota yang bersih, nyaman, dan layak tinggal,” ujarnya.

Sementara itu Camat Kedawung Firdaos Agih, menjelaskan di Kecamatan Kedawung sendiri, sebagian besar dusun telah mempunyai Tempat Pembuangan Sementara (TPS), baik TPS konservatif atau TPS 3R (reduce, reuse, recycle).

Secara kemampuan, sarana TPS di daerah itu dipandang cukup buat memuat sampah masyarakat karena setiap dusun telah bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH).

Tiap TPS, menurut dia , telah mempunyai petugas pengurus. Tetapi, kehadiran TPS liar sama seperti yang diketemukan Bupati memperlihatkan masih ada sela pemantauan yang digunakan oleh faksi tidak bertanggungjawab, khususnya pedagang malam di luar daerah.

“Ini tidak berarti tidak dilihat atau mungkin tidak dipantau. Kita telah kerjakan usaha, bahkan juga sebelumnya sempat dibuat bilik, tetapi dirusak. Tempatnya ini prospektif, sayang jika terus menerus jadi buangan,” terangnya.